
Oleh: Hanifa Syifa Hartanto
Pagi ini langit begitu cerah. Angin berhembus perlahan. Tidak seperti beberapa hari yang lalu yang selalu turun hujan. Aku bersiap berangkat sekolah, tiba-tiba Ibu memanggilku.
“Indah..Sarapan dulu Nak” Ucap Ibuku dengan lembut sambil menyiapkan makanan di atas meja untuk Aku dan Ayah.
Aku segera bergegas mengambil tas dan buku pelajaran yang telah aku persiapkan sore kemaren. Hari ini pelajarannya adalah Bahasa Indonesia dan Matematika yang merupakan pelajaran favoritku. Setelah semua siap, aku segera sarapan pagi bersama Ayah dan Ibu. Belum selesai sarapan, tiba-tiba Azizah memanggilku, “ Indah..Indah..”.
Aku segera menyahut panggilan Azizah “Sebentar ya..”.
Setelah mengembalikan piring makan, aku kemudian pamit berangkat kepada Ayah dan Ibu.
“Ibu..Ayah Aku berangkat sekolah ya…Assalamu’alaikum..”, lalu kucium kedua tangan orang tuaku dan segera menemui Azizah.
Azizah merupakan teman sekelasku yang telah lama menggunakan hijab. Selain teman sekelasku ia juga teman dekatku lho. Rumahnya juga dekat sekali dengan rumahku. hehehe… Jadi curhat tentang Azizah nih. Namun bukan hanya itu saja, setiap pagi kami berangkat ke sekolah bersama-sama dan sejak kecil dia adalah teman main di rumahku, sehingga kami pun akrab sejak kecil. Hari ini adalah hari pertamaku ke sekolah menggunakan hijab. Keputusanku untuk berhijab itu merupakan proses yang cukup panjang. Selain panjang dukungan dan dorongan Ayah dan Ibu itu yang membuatku semakin mantap untuk berhijab.
Sesampai di sekolah, tiba-tiba munculah ide dari kepalaku. Aku hampiri kedua sahabatku, Azizah dan Nasya.
“Azizah… Nasya”, sapaku dengan nada yang tergesa-gesa.
“Aku punya misi untuk kita, dan kita akan melakukannya bersama-sama gimana apakah kalian setuju?”.
“Misi apa?” secara bersamaan Azizah dan Nasya menyahut dengan perasaan yang heran.
“Aku ingin merubah dunia” sahutku.
“ Hah..!! merubah dunia?” dengan tatapan yang sangat tajam mereka pun kembali menyahut secara bersamaan.
“Iya, aku ingin semua siswi muslim di kelas kita berhijab.” penjelasanku pada kedua sahabatku.
Kedua sahabatku tersebut kemudian terdiam sejenak dan mulai berpikir.
“ Indah.. kamu beneran ingin agar semua siswi muslim di kelas kita menggunakan jilbab?” Sahut Azizah.
“Kamu kan tahu di kelas kita ada Alika, kamu pasti tahu gimana sifat Alika” Nasya menambahkan.
“Insyaallah aku bisa.” Jawabku dengan nada lembut.
“Okelah, kami berdua akan membantumu.” cetus mereka berdua.
“Terimah kasih ya teman-teman?” mulai sekarang kita adalah “Friends Of Hijab”
Azizah dan Nasya pun mengangguk sambil tersenyum.
Di pagi ini saat aku terbangun. Aku langsung beranjak turun dari ranjang dan langsung memasuki kamar mandi untuk segera mandi. Usai mandi aku langsung menuju meja makan lalu bertanya kepada ibu.
“Bu, hari ini menunya apa?”
“Hari ini menunya roti bakar ya…” jawab Ibu dengan lembut.
“Oke, bu.” jawabku sambil membantu Ibu.
Aku, Ibu, dan Ayah langsung menyantap masakan Ibu yang super lezat dengan tambahan selai nanas di atasnya. Tak terasa sarapanku telah habis. Aku pun segera bergegas berangkat sekolah.
Bel istirahat telah bunyi menandakan waktu istirahat. Setelah itu Aku, Azizah,dan Nasya melanjutkan misi yang kemarin kita rencanakan. Aku dan kedua sahabatku menuju ke meja Anisa, dialah sasaran pertama kami. Anisa adalah tipe orang yang pendiam dan suka membaca buku sehingga ia sering di juluki “Si kutu buku.” Kami berharap misi pertama berhasil dan dapat mendorong semua siswi untuk menggunakan hijab.
“Anisa!” sapaku dengan lembut, sambil mendekati Anisa yang berada di dekat taman sekolah.
“Anisa kamu itu cantik, tapi kalau kamu memakai jilbab, insya Allah kamu akan lebih cantik lho!” ucapku dengan perlahan.
Tiba-tiba Anisa terdiam beberapa saat, terlihat Ia sedang sedang berfikir tak lama kemudian Anisa menjawab “Tapi aku masih belum punya jilbab”, jawab Anisa.
“Tenang saja Anisa, kami bertiga pasti akan meminjamkan jilbab untuk kamu.” ujar kami.
“Beneran nih? Terima kasih ya…” Ujar Anisa sambil memeluk kami bertiga.
Hari ini kami sangat senang sekali. Dan semoga berkah bagi kami semua. Aamiin… Semoga besok akan semakin banyak siswi teman kami yang akan berhijab setelah melihat Anisa.
Tak terasa bel istirahat berbunyi. Teng..teng..teng..menandakan waktu istirahat telah habis. Kami pun bergegas masuk ke dalam kelas V C untuk melanjutkan pelajaran sekolah hari ini. Kami mengerjakan soal-soal pelajaran IPA yang sempat tertunda. Asyik mengerjakan soal-soal, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 13.00 bel berbunyi menandakan waktu pulang.
Keesokan harinya bel waktu istirahat. Kami bertiga tidak melanjutkan misi untuk hari ini, sambil memikirkan cara yang tepat untuk merubah mereka semua. Dari koridor sekolah, terlihat seorang siswi sedang duduk sendiri, aku kemudian menghampiri anak tersebut. Sekilas terlihat dia mengusap air mata sesaat setelah aku datang, lantas aku bertanya kepadanya, “Kenapa kamu menangis?”
“Aku ingin sekali berhijab seperti kamu.” jawabnya dengan nada gelisah.
“Lantas mengapa tidak?” tanyaku.
“Tapi itu tidak akan mungkin!” teriaknya sambil berlari meninggalkanku dengan air mata berlinang.
Hari demi hari kulalui, tetap saja hasilnya nihil, karena belum bertemu dengan anak tersebut. Hingga suatu saat secara tidak sengaja aku bertemu kembali dengan dia di koridor sekolah. Tanpa banyak kata dia memeberikan sesuatu kepadaku sambil berkata “Indah … ini untukmu.” sepucuk surat ia berikan untukku sambil meninggalkanku. Sesampai di rumah aku segera membuka surat dari seseorang yang belum aku ketahui namanya. Namun, dia mengenalku karena Aku dan kedua sahabatku di sekolah dikenal sebagai “Friends of Hijab” jadi mungkin saja dia mengenalku dari seseorang temannya.
Untuk indah….
Maafin aku indah, aku tidak menjawab pertanyaanmu pada saat itu. Aku tidak tahu mau bilang apapun padamu. Sebenarnya aku ingin berhijab seperti kamu dan kedua sahabatmu, apalagi semenjak Anisa berhijab seperti kamu. Hal itu yang membuat aku yakin untuk berhijab. Namun nasibku tidak sebagus nasibmu, karena aku tidak diijinkan untuk berhijab oleh ayahku. Maaf ya indah aku hanya bisa menuliskan surat ini saja. Terima kasih atas perhatianmu ya.
Salam kenal
Berliana
Setelah membaca surat itu aku semakin yakin untuk bisa membantu Berliana, seorang yang baru aku kenal.
“Tapi bagaimana caranya ya?” aku berfikir dalam hati.
Jam telah menunjukkan pukul 21.00, aku pun segera tidur agar esok hari dapat bangun pagi dan segar kembali ke sekolah.
Pagi ini aku masih terpikirkan kembali tentang surat yang dikirimkan oleh Berliana kemarin. Aku kemudian menghubungi sahabatku Nasya melalaui telpon dan menceritakan permasalahan tersebut agar mendapatkan ide untuk bisa membantunya.
Setelah itu, aku berusaha untuk membalas surat dari Berliana,
Untuk Berliana Teman Baruku
Terima kasih Berliana, kamu mau berbagi denganku. Aku memahami perasaanmu, namun kalau boleh aku memberi saran. Cobalah kamu berbicara dengan terus terang kepada Ibumu, sampaikan keinginanmu dan alasan kenapa kamu ingin berhijab, selain menunaikan perintah agama, juga untuk menutup aurat kita. Semoga Allah SWT meridhoi dan semoga kamu mendapatkan yang terbaik. Semangat Berliana…..
Salam
Indah
Setelah 3 hari yang lalu aku memberikan surat balasan kepada Berliana, aku tidak pernah bertemu dengannya lagi. Berita dari teman-teman ternyata Berliana sedang sakit. Aku merasa bersalah apakah karena suratku tersebut menjadi beban bagi Berliana. Aku dan kedua sahabatku kemudian berusaha mencari alamat rumah Berliana untuk bisa menjenguk Berliana.
Hari demi hari telah ku lalui namun masih belum ada satu jawaban pun dari berliana dan pada hari ini adalah hari Senin, hari itu hari keempat kami tidak pernah bertemu Berliana, pada saat istirahat sekolah seperti biasanya kami bertiga sedang berkumpul dan berencana sepulang sekolah akan menjenguk Berliana. Pada saat kami sedang berbincang tiba-tiba dari kejauhan ada seseorang yang memanggilku.
“Indah..Indah..”Aku pun menoleh ke arah belakang
Aku melihat seseorang yang pernah aku kenal, dan saat kulihat betapa kagetnya aku dan kedua sahabatku ternyata anak tersebut adalah Berliana yang sudah berhijab dan dia memeluk kami bertiga.
“Terimakasih ya Indah.. Terimakasih ya teman-temanku”, ucap Berliana sambil memeluk kami bertiga. Tak terasa air mata kami bertiga menetes. Rasa bangga dan haru bercampur menjadi satu. Kami bahagia sekali hari itu. Berliana menceritakan bahwa ayahnya akhirnya menyetujui untuk berhijab setelah berdiskusi panjang dengan ibunya. Semoga ini menjadi berkah bagi kita dan menjadi semangat bagi kami untuk meneruskan misi kami yang belum selesai.