Oleh : Nejwa
Suara kokokan ayam jantan membangunkanku , tanpa sadar kulihat jam weker tua milik ibuku sudah menunjukkan jam setengah lima pagi, aku mencoba membuka mataku pelan-pelan,melangkah perlahan menuju kamar mandi, aku segera mandi dan tak lupa berwudhu , setelah selesai mandi aku kemudian memakai handuk dan pergi menuju kamar untuk berpakaian , selepasnya aku langsung mengambil mukenah baru yang ada di lemari kayu besar , lemari itu diberikan oleh almarhum kakekku . Setelah memakai mukenah aku langsung pergi bersama ibu dan ayah ke musholla dekat rumahku , jalanan terasa becek setelah diguyur hujan kemarin malam , aku terpaksa mengangkat rok mukenah ku , sesampainya di musholla aku dan ibu langsung menempati shaf terdepan , sembari menunggu orang-orang datang , aku menyempatkan diri untuk membaca Al-Qur’an sebentar, aku membaca surat Al-Waqiah hingga selesai ,”Shodaqouloh hul adzhim” ucapku saat mengakhiri bacaan Al-Qur’an, tiba-tiba suara iqamat terdengar , aku dan ibu langsung berdiri untuk bersiap-siap sholat shubuh berjama’ah , selepas sholat shubuh aku , ibu dan ayah langsung turun, kemudian ayah bersiap-siap untuk pergi kerja sebagai buruh tani disawah. Kami sekeluarga memang hidup dalam kesederhanaan , ayah hanya sebagai buruh tani , terkadang aku suka membawakan ayah makanan kesawah bersama ibu , sementara ibu bekerja sebagai penjual keripik singkong dan keripik pisang , ibu biasanya berjualan keripik dipasar saat pagi , namun jika ada yang memesan dalam jumlah banyak ,ibu hanya memilih mengerjakan dirumah dibantu aku, tak tega rasanya bila meninggalkan ibu sendirian bekerja ,sementara aku hanya bermain.
***
Pekerjaanku yang pertama adalah mencari singkong dan pisang dikebun , aku memakai sepatu bot sedang milik wak ihsan ,sepupu ibu , lengkap dengan cangkul dan topi caping anyaman ibu ,aku mulai menyusuri lebatnya semak – semak, sejuknya embun pagi dan suara air sungai yang tenang membuat ku merasakan keasrian alam di pagi hari, hingga sampai di kebun milik wak ihsan,aku pun mulai mengambil buah pisang yang sudah cukup umur untuk bisa dijadikan keripik,tak lupa singkong nya kucabut, setelah selesai mengambil singkong dan pisang di kebun, aku kemudian langsung pulang . Lalu singkong dikupas dan dicuci hingga bersih, aku kemudian membantu ibu memotong singkong berbentuk bulat tipis,“Nifa..!! panggil ibu, “iya bu…jawabku , “tolong nifa ambilkan kompor itu dirumah wak ihsan” kata ibu , “oh… iya nifa lupa bu kalau kompornya ada dirumah wak ihsan , udah di perbaiki ya bu…’’ kataku panjang lebar, “ iya nifa..Ayo cepat pesanannya mau diambil nanti sore” kata ibu sedikit berteriak , “baik bu.. nifa ambil sekarang kompornya” kataku agak tergesa – gesa , akupun langsung pergi kerumah wak ihsan , setelah mendapati kompor yang dimaksud ibu ,aku langsung pulang kerumah,aku lalu masuk dan mulai menggoreng keripik itu dengan minyak yang sangat panas , setelah keripik cukup dingin , aku mulai mengambil plastik berbentuk persegi panjang , aku mulai mengambil sebagian keripik lalu memasukkannya kedalam plastik, setelah bungkusan keripik mulai terkumpul banyak aku memasukkan bungkusan-bungkusan keripik kedalam plastik berukuran besar , sambil memasukkan bungkusan keripik aku sedikit mengangkat kepala saat melihat jam ,ternyata sudah pukul 12 siang, sebentar lagi zhuhur, aku pun melihat ibu yang tengah menggoreng keripik singkong ,aku pun mengingat kan ibu bahwa sebentar lagi masuk waktu zhuhur , ibu pun mulai membereskan bekas bekas kulit pisang dan kulit singkong yang berserakan di dapur.
***
Setelah itu ibu menyuruhku untuk mengantarkan keripik keripik pesanan ibu qonita menggunakan sepeda ontel tua milik ayah , dengan sedikit tergopoh- gopoh aku mengambil plastik besar berisi bungkusan keripik singkong dan pisang , meletakkannya tepat di stank sepeda yang sedikit berkarat . Tanpa mengenal angin , debu dan dedaunan yang terkadang mengenaiku , kayuhan sepeda itu melaju kencang tanpa henti , hingga tepat di sebuah rumah berpagar kayu bambu tua , aku tertegun sejenak memperhatikan bangunan rumah itu , kemudian aku mengambil bungkusan keripik itu, meletakkannya diatas teras, aku lalu mengetuk pintu tak lupa mengucapkan salam , sesosok wanita berjilbab keluar dari pintu ,yang ternyata itu adalah ibu qonita , ibu qonita tersenyum ramah padaku kemudian dia bertanya ,”nifa apakah ibumu bisa membuatkan lagi keripik singkong itu, kali ini jumlahnya agak banyak ” , kata ibu qonita sedikit keras, “hmm….tapi pesanan keripik itu mau diantarkan kapan” kataku agak bingung , ibu qonita menjawab ,”mau diantarkannya dua minggu lagi nifa.., kan kita besok akan memasuki bulan ramadhan , jadi ibu mau adakan syukuran untuk anak yatim , makanya itu ibu mau pesan lagi keripiknya” ibu qonita mengakhiri pembicaraan , aku pun pamit pulang pada ibu qonita , setelah mengambil uang bayar keripik ,aku beranjak mengayuh sepeda ontel tua dengan penuh rasa gembira. kali ini perjalanan pulang terasa lebih ringan setelah beberapa lama membawa empat kantong plastik keripik yang beratnya luar biasa itu, sejuknya udara pedesaan terasa jelas sekali , hamparan sawah hijau nan rindang itu membuatku tak henti – hentinya bersyukur kepada-Nya . Sesampainya di rumah aku kemudian memarkir sepeda itu tepat di bawah pohon mangga yang umurnya sudah cukup tua, aku pun masuk ke dalam rumah , aku mendapati ibu yang sedang sibuk menanak nasi di dapur , kuhampiri ibu lalu aku menceritakan apa yang diinginkan oleh ibu qonita , ibu pun menyetujui apa yang diinginkan ibu qonita , lalu ibu menyuruh wak ihsan untuk melihatkan mana pohon singkong yang sudah bisa dipanen , ibu juga memberitahuku bahwa dua minggu lagi kita memasuki bulan ramadhan , betapa senangnya aku , ibu berbisik kepadaku , “kalau puasanya full dan tilawahnya bisa 30 juz di pengajian , ibu ada hadiah istimewa buat nifa” kata ibu pelan , aku pun akan mencoba sebisa mungkin agar puasaku tidak ada yang bolong dan tilawahku di pengajian harus 30 juz, aku yakin aku bisa , kataku dalam hati , hari ini benar-benar hari yang istimewa bagiku.
***
Tak terasa dua minggu berlalu , bulan ramadhan pun tiba betapa senangnya aku menyambut bulan suci ini. Sorenya aku pun berangkat mengantarkan pesanan keripik milik ibu Qonita, sete-lah mengantarkan pesanan , aku lalu mandi dan bersiap – siap pergi mengaji di pengajian, jarak pengajian dari rumahku hanya lima belas meter, kali ini ustadzah yang mengajarkanku mengaji adalah ustadzah Rhena, aku mengaji surat Al-Qasas bersama ustadzah Rhena dengan lancar, sembari menunggu teman-teman selesai mengaji aku pun menyempatkan diri untuk berwudhu karena sholat tarawih di masjid akan segera dimulai, aku langsung memanggil teman-teman dan ustadzah Rhena untuk sholat tarawih, teman-teman pun segera mengambil air wudhu tak lupa juga ustadzah Rhena, aku dan teman-teman menempati shaf kedua, sementara ustadzah Rhena menempati shaf pertama,sholat tarawih pun dimulai.
***
Setelah rakaat yang terakhir, aku pun segera pulang. Sesampainya dirumah aku langsung menghampiri ibu lalu berkata “ibu..nifa sudah sampai surat Al-Qasas bu” ibu pun langsung menjawabku “wah hebat berarti surat Al-Qasas itu sudah masuk juz 20 sayang tinggal 10 juz lagi maka ibu akan tepati janji ibu” kata ibu dengan senang padaku, kemudian aku langsung makan bersama ibu dan juga ayah, setelah itu aku mengganti baju dengan baju tidur, saat aku ingin merebahkan diri dikasur, ibu berbisik ditelinga ku “nifa tidur nya yang nyenyak ya agar nanti makan sahur nya tidak ketinggalan”kata ibu, kemudian aku mulai terlelap. Sahur…..sahur.. sahur, aku sedikit terbangun mendengar suara itu, kemudian aku bangun dan tepat yang ibu bisikkan padaku agar sahurnya tidak ketinggalan, aku pun tersenyum pada ibu , lalu bergegas mengambil piring besar berisi nasi dan lauk-pauk yang disediakan oleh ibu, kemudian aku, ibu dan ayah mulai makan sahur bersama. “Alhamdulillah” kata ayah, aku sedikit tertawa melihat tingkah ayah yang terlihat kekenyangan ibu pun mulai membersihkan sisa-sisa makanan yang berjatuhan di atas meja, aku membantu ibu dengan mencuci piring dan gelas, setelah semua selesai aku biasanya menunggu adzan shubuh dengan melancarkan tilawah yang akan aku baca di pengajian nanti sore, atau hanya sekedar merebahkan diri di kasur. Allahu akbar….Allahu akbar…, suara adzan terdengar nyaring di telingaku, ibu pun memanggilku untuk sholat shubuh berjama’ah di musholla bersama ayah, aku pun langsung mengambil air wudhu dan dan mukenah lalu dengan cepat bergegas pergi menuju musholla bersama ibu, sesampainya di musholla, aku sedikit tertegun melihat banyak sekali orang yang ikut sholat shubuh berjama’ah di musholla, aku bertanya pada ibu,“ibu kenapa banyak sekali orang yang sholat shubuh berjama’ah di musholla”, kata ku dengan wajah bingung, ibu tersenyum lalu menjawab, “oh wajar saja, ini kan malam pertama bulan ramadhan jadi nanti setelah sholat shubuh berjama’ah kita bersama-sama membaca surat Yaasin”, kata ibu panjang lebar, “oh..” kataku panjang. Lalu sholat shubuh dimulai, di imami oleh pak ustadz Luqman, ketika sholat shubuh selesai, semua membaca surat Yaasin, di pimpin oleh wak ihsan, semua membaca dengan khusyuk dan pelan, “Shodaqouloh hul adzhim” suara wak ihsan mengakhiri bacaannya, kami semua pun pulang. Sesampainya di rumah aku langsung mandi dan mengganti baju, kemudian ibu memanggiku, “Nifa…tolong belikan ibu kolang-kaling warna-warni di rumah ibu Qonita” kata ibu, aku pun menjawab, “iya bu”, kemudian aku bergegas mengambil sepeda ontel milik ayah di gudang, lalu dengan cepat aku langsung mengayuh sepeda, kayuhan sepeda ayah terasa sangat ringan, udara pagi yang sejuk membuatku terasa segar, hamparan sawah luas nan hijau dengan jejeran pepohonan membuat pikiran ku terasa tenang, hingga sampai di sebuah gang besar
***
Aku mengayuh sepeda dengan kencang, dan sampai di sebuah pagar kayu berbambu, aku memarkir kan sepeda tepat di samping pagar itu, kemudian aku menuju ke samping rumah ibu Qonita, ternyata dia sedang membuat adonan bolu untuk di sumbang pengajian nanti sore, aku pun bertanya apakah ada kolang-kaling warna-warni, dia pun mengangguk seraya menunjuk kea rah kantong plastik besar berisi kolang-kaling warna-warni, kemudian aku membayarnya, lalu setelah membayar aku bergegas pulang kerumah, menggunakan sepeda ontel itu, aku sampai dirumah sebelum sholat zhuhur, lalu pergi menuju dapur, di dapur ibu sedang membuat banyak sekali kolak, aku bertanya, “untuk apa kolak sebanyak ini bu” kataku, ibu pun menjawab, “untuk di berikan kepada warga yang akan mengikuti acara buka puasa bersama nanti di musholla” kata ibu pelan, aku pun mengangguk-angguk, setelah kolak matang, aku membantu ibu menempatkan kolak pada sebuah mangkuk plastik berukuran sedang, lalu aku menaruh mangkuk berisi kolak itu di atas meja kemudian ditutup dengan tudung saji berukuran besar, aku lalu melihat jam dinding ternyata sudah jam 12 siang sudah waktunya sholat zhuhur, aku pun bergegas mengambil air wudhu, lalu setelah itu aku mengambil mukenah di lemari besar, aku sholat zhuhur dirumah berjama’ah bersama ibu, sementara ayah sholat di musholla, selepas sholat aku bersama ibu pergi mengantarkan kolak ke musholla. Sesampainya di musholla aku dan ibu sudah ditunggu oleh pak ustadz Luqman disana, ibu pun langsung memberikan mangkuk berisi kolak itu pada pak ustadz Luqman, kemudian kami berdua pun pulang, sesampainya di rumah aku dan ibu pun bersiap-siap menyiapkan menu berbuka puasa, aku membantu ibu menanak nasi di tungku, sementara ibu memotong sayuran sawi dan wortel serta kentang, setelah menanak nasi selesai aku pun menggoreng ikan, begitu warna ikan mulai kecoklatan aku pun mengangkatnya, lalu meniriskannya di wadah kering, setelah semua selesai aku lalu mandi dan bersiap-siap untuk sholat ashar bersama ibu, sholat ashar pun dimulai, setelah sholat selesai, aku pun bergegas mengambil Al-Qur’an dan mukenah lalu pergi ke tempat pengajian, sesampainya di pengajian aku langsung menyetor tilawah pada ustadzah Rhena 10 juz sekaligus, ustadzah pun terkagum kepadaku, akhirnya aku bisa menyelesaikan tilawahku, ibu pasti bangga padaku, ustadzah Rhena pun membagikan takjil gratis pada semua anak yang ikut mengaji, setelah mendapatkan takjil, aku langsung pulang dengan hati gembira, aku sudah tidak sabar lagi akan memberitahukan bahwa aku sudah khatam tilawah 30 juz di pengajian. Sesampainya di rumah,
Aku langsung memanggil ibu, lalu membisikkan tepat ditelinga ibu bahwa aku sudah khatam tilawah 30 juz hari ini juga, ibu pun tersenyum sekaligus menangis memelukku, tak terasa aku juga tidak bisa menahan air mataku, aku mulai terisak, ibu pun berkata pelan padaku, “nak ibu bangga sekali punya anak seperti nifa, kamu tidak pernah menolak apa yang ibu perintahkan kepadamu” sambil menangis ibu berkata pelan padaku, aku pun menangis di pelukan ibu, aku pun berkata sambil terisak, “nifa juga minta maaf kepada ibu, kalau nifa punya salah sama ibu, kalau nifa selama ini tidak pernah cepat memenuhi panggilan ibu, nifa minta maaf bu…, nifa salah sama ibu…, bu…. Terimakasih ibu sudah mau merawat nifa sampai nifa sebesar ini, sampai nifa sepintar ini, sampai nifa bisa mengkhatam kan 30 juz tilawahnya, itu juga dari do’a orang tua bu…, terimakasih juga ibu sudah mau membangunkan nifa sholat shubuh, mengingatkan nifa sahur nya dan terimakasih juga atas pelukan ibu yang hangat ini, nifa tidak bisa membalas semua kebaikan ibu, tapi hanya berbekal 30 juz lah nifa ingin menyenangkan ibu di akhirat kelak, nifa tidak punya emas, intan berlian untuk nifa berikan kepada ibu tapi hanya bakti seorang anak kepada orang tuanya lah, nifa ingin menggembirakan ibu…., sekali lagi maafkan nifa bu…, maafkan nifa bu”, aku hanya bisa menangis mengingat semua kebaikan ibu padaku, ibu pun tak kuasa menahan tangis lalu kembali mendekap ku dengan kasih sayangnya. Hari itu memang hari yang sangat bahagia bagiku, hari dimana aku masih bisa mengingat, bagaimana kasih sayang ibu kepadaku, bagaimana rasa jerih payahnya, dan rasa cinta itu timbul dari hati ibu dan anaknya, aku sama sekali tidak bisa melupakan hari itu.
*** Tak terasa hari berganti hari, minggu pun silih berganti, 29 hari puasa telah kami lewati bersama, gema-gema takbir saling bersahutan, petasan pun mewarnai langit malam, hingga satu hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, sekitar jam 04:10 menit aku bersama ibu sudah bersiap-siap sholat Ied di masjid, setelah sholat shubuh berjama’ah dirumah aku dan ibu langsung bergegas pergi kemasjid, disusul banyak warga berdatangan dari ujung penjuru, sesampainya disana gema takbir bersahut-sahutan, ada yang bertakbir, ada yang membaca Al-Qur’an atau hanya sekedar duduk menunggu warga yang akan ikut sholat Ied, aku menempati shaf ke-8,lalu gema takbir pun di kumandangkan, hingga imam sholat Ied pun datang, kami pun bergegas bangun dan dipimpin oleh imam sholat Ied pun dimulai, setelah sholat Ied selesai kami pun mendengarkan khutbah sholat Ied, lalu khutbah pun selesai kami pun bergegas pulang, sebelum pulang kami bersalam-salaman dengan semua jama’ah yang ikut sholat Ied, ada yang menangis karena sedih bulan ramadhan akan segera pergi, isak haru bercampur senang menyelimuti kami hari itu. Sepulang nya dari masjid, aku pun pergi ke makam kakek untuk berziarah, setelah membaca Yasiin dan mendo’akannya, aku, ibu dan ayah langsung pergi menuju rumah ibu Qonita, aku bersalaman dengan ibu Qonita lantas diikuti ibu dan ayah, selepas dari rumah ibu Qonita, kami pun pulang kerumah, didalam rumah sudah bersih dan rapi, toples-toples jajan tertata rapi diatas meja, dari yang paling kecil sampai yang paling besar sudah tertata di meja depan. Ibu pun sibuk menata gorden baru di jendela yang baru dibelinya kemarin malam, sementara ayah menyambut tamu-tamu nya diluar, aku hanya duduk termenung di atas kursi anyaman rotan, lalu ibu keluar membawa bungkusan besar, entah apa isinya, lalu ibu memanggilku dengan nada lembut, “Nifa..sini nak ada yang ibu ingin berikan kepada Nifa” kata ibu, aku pun segera berjalan kearah ibu, lalu bertanya, “ada apa bu”, kata ku sedikit keras, ibu pun menjawab,“Nifa sekarang sudah besar, suda mau nurut sama ibu, Nifa juga sudah membanggakan ibu lewat tilawah 30 juz nya, dan Nifa sudah bisa menyelesaikan puasa nya full tidak ada yang bolong, sekarang coba Nifa tutup mata dan kalau ibu bilang buka, baru Nifa buka matanya, ok”,kata ibu, aku pun menutup mataku pelan-pelan, lalu terdengar suara bungkusan yang tadi, ibu pun menyuruhku membuka mata pelan-pelan, lalu aku membuka mata pelan-pelan, dan, apakah aku tidak salah lihat batinku, sebuah Mukenah bermotif batik di hiasi dengan jahitan renda bunga berwarna ungu sangat membuatku kagum, aku pun berkata, “apakah ibu yang menjahitnya”, ibu pun menjawab dengan nada pelan, “iya nak ibu yang menjahitnya, 1bulan full ibu gunakan hanya untuk menjahit Mukenah yang kau inginkan, karena ibu tau mukenah nifa yang ada di lemari itu sudah robek dan warnanya sudah pudar”,kata ibu, aku pun mulai terisak, ibu pun memelukku, aku menangis sedih tak bisa membayangkan bahwa 1bulan full ibu menukarkan waktunya hanya untuk menjahit mukenahku, maafkan aku ibu, aku tak bisa membantumu, maafkan aku seharusnya aku tidak memberi tahu ibu bahwa mukenahku sobek, ibu terimakasih kau mau berkorban untuk ku, selama ini aku sangat bersyukur mempunyai ibu yang mau penuh berkorban demi anaknya, ibu yang tak mengenal lelah, ibu kau yang selalu mendekap ku saat akn terlelap, kau yang mau mencium ku saat berangkat mengaji, seakan-akan ciuman seorang ibu lah yang bisa memberikanku semangat untuk bisa menyelesaikan semua tilawahku 30 juz, ibu tanpa pengorbanmu aku tak bisa menjadi sebesar ini, sepintar ini, dan tanpa pengorbananmu aku tak bisa menjadi anak yang selalu sayang dan berbakti pada orangtua nya, terimakasih ibu, kasih sayang ku hanya padamu, aku menghentikan kata-kata haru itu, dan ibu mulai menangis, tak kuasa ia menahannya hingga ia membelai ku dengan penuh kasih, kasih yang tak pernah luntur dari seorang hati ibu kepada anaknya.
***