
Oleh: Salwa Nurussyifa
Malam ini malam yang cerah. Aku sedang mengotak-atik teleskop untuk melihat bintang yang berkilauan di langit, seperti kunang-kunang yang sedang menari di gelapnya malam. Tapi saat aku sedang asyik bermain, ibu tiba-tiba datang menghampiriku dan bertanya, “Apa kau sudah belajar Bell?” Aku hanya terdiam, karena aku tidak suka diganggu. Ibu kembali bertanya dan mulai mengomeliku.
“Apa kamu sudah belajar? Sebentar lagi kamu akan menghadapi ujian sekolah, jika kamu tidak…”
Aku langsung memotong pembicaraan ibu, “Ya, aku sudah tau ibu! Kalau aku sudah selesai bermain teleskop, aku pasti akan belajar.” jawabku dengan perasaan sebal.
Ibu langsung keluar kamar dengan muka marah. Perasaanku tidak enak. Aku mulai memikirkan ibu. “Aku telah bersalah. Aku telah bersalah., maafkan aku bu.” pikirku dalam hati. Aku langsung memasukkan teleskopku ke dalam lemari dan langsung belajar. Ditengah–tengah jam belajarku aku melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 21.30 malam. Aku langsung menutup buku dan mematikan lampu untuk segera tidur.
Hari sudah pagi, jam wekerku mulai berbunyi dan menunjukkan pukul lima. Suara kicauan burung dan kokokan ayam terdengar nyaring di telingaku. Aku mulai bergegas ke kamar mandi. Setelah itu, aku mengganti pakaian dan sarapan bersama Ibu dan Ayah. Saat sarapan berlangsung, aku minta maaf kepada Ibu atas kejadian tadi malam.
“Ibu, aku minta maaf atas kejadian tadi malam!” Kataku.
“Tak apa Bella, ibu sudah memaafkanmu. Maafkan ibu juga ya!” jawab ibu dengan suara yang lembut.
Jam telah menunjukkan pukul 06.30 , aku bergegas berangkat ke sekolah dan berpamitan kepada ayah dan ibu.
“Asslamu’alaikum..” kataku sambil mencium tangan Ibu dan Ayah.
“Wa’alaikumussalam..” jawab ibu dan ayah.
“Semoga ilmu yang kau dapat bisa bermanfaat bagimu dan menjadi anak yang baik” Tambah ayah mendo’akanku.
Tiba di sekolah aku langsung bergegas masuk kelas karena pelajaran akan segera dimulai. Lalu, tak lama kemudian ibu guru datang. “Selamat pagi anak -anak, hari ini ibu guru akan memberikan soal ulangan harian Matematika kepada kalian.” kata ibu Arini membuka kelas. Lalu ibu guru Arini menghampiriku. “Apa kau sudah siap Bella?” tanyanya sambil memberiku soal ulangan. Aku tertegun dan terdiam, karena yang kupelajari tadi malam adalah IPA bukanlah Matematika. Dengan gugup aku mengambil soal tersebut.
Ulangan Matematika pun berakhir dan ibu Arini langsung membacakan hasilnya. Ternyata hasil ulanganku menurun, tidak seperti biasa dimana aku selalu nomor 1 di kelas. Bel berbunyi dan akhirnya pulang. Namun di depan sekolah, aku bertemu dengan teman sekelasku yaitu Vira dan komplotannya. “Kasihan yaa Bella ku sayang.. yang biasanya selalu dapat nilai ulangan tertinggi, sekarang malah menurun. Ahahaha…!!!” ejeknya sambil tertawa lepas. Aku hanya terdiam, tidak peduli apa yang dia katakan, tetapi dia tetap saja mengejekku. Aku mulai kesal dan marah. Lalu aku bertengkar dengan Vira dan komplotannya. Tiba–tiba datanglah bu guru Arini melerai pertengkaranku. Tanpa berpikir panjang, Bu Arini membawaku ke ruang Kepala Sekolah.
Setiba di rumah. “Apa yang kau lakukan di sekolah? Kepala sekolahmu menelpon Ibu. apa benar kau bertengkar dengan Vira?” tanya ibu sambil memegang lenganku saat aku berjalan. Aku tertegun dan terdiam sambil merunduk “Ayo!! Jawab pertanyaan ibu Bella” tanya ibu makin marah “Iya, benar, tadi aku dan Vira bertengkar di sekolah” Jawabku marah dan sebal “Kenapa kamu tidak bisa menahan emosimu? Apa kamu tau Ibu yang disalahkan karena semua ini.” kata ibu mengomeliku. “Tapi Bu, Vira yang memulainya lebih dulu, bukan aku.” Jawabku tambah emosi. “Bella! Jangan pernah berbicara seperti itu kepada Ibu! Cepat masuk ke kamar!” bentak ayah kepadaku dengan wajah yang sangat marah.
Hari mulai gelap. Awan yang cerah menjadi bergemuruh. Aku berlari ke kamar sambil menangis dan mengunci diri di kamar. Ayah tak pernah membentakku sampai sekeras ini. Aku tak tau harus bagaimana. Hujan pun semakin deras mengguyur kotaku. Saat itu pukul 19.30 malam, saat itu ibu mengetuk pintu kamarku dan menyuruhku makan malam bersama. “Bella, ayo kita makan malam bersama.” kata Ibu. Aku melihat ke arah pintu dan terdiam. Aku berpikir untuk tidak keluar kamar. Lalu ibu kembali berkata, “Bella, ayo makan malam bersama”. Aku tetap terdiam. Lalu ibu pergi dari depan kamarku. Aku berpikir membuat surat untuk ayah dan ibu. Hujan sudah reda, awan yang menangis menjadi awan yang ceria kembali. Karena jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam, aku segera menyelesaikan surat itu.
Keesokan harinya, aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Aku tidak sarapan. Aku langsung menaruh suratku di meja makan dan pergi ke sekolah tanpa berpamitan. Saat aku berada di depan pintu rumah, aku menghadap ke belakang dan ternyata ayah dan ibu menyadari suratku. Mereka pun membacanya.
Untuk : Ayah dan Ibu Dari : Bella
Ayah, Ibu, maafkan Bella. Bella memang salah, seharusnya bella tidak bertengkat di sekolah kemarin. Ibu, maafkan Bella karena tadi malam Bella tidak membukakan pintu dan tidak makan malam bersama serta telah berbicara kasar kepada Ibu. Ayah maafkan Bella juga ya, karena kemarin Bella udah bikin Ayah marah sampai seperti itu. Ayah, Ibu, Bella janji nggak akan begitu lagi. Bella janji akan menjadi anak yang lebih baik lagi. Maafin Bella ya Bu.. Ayah.. Bella sayang sama Ayah dan Ibu JJ
Aku langsung berlari ke sekolah. Jam pelajaran dimulai, saat itu kami belajar IPA yang diawasi oleh ibu guru Aisyah. Setelah dua jam berlangsung pelajaran pun berakhir, saatnya istirahat. Saat aku ke kantin aku baru ingat sesuatu kalau aku belum mengambil uang saku yang biasa diletakkan ibu di meja makan. Huftt.. Okelah aku akan ke lapangan saja dan melihat murid-murid bermain basket. Saat aku duduk di kursi dekat lapangan aku melihat ibu di depan gerbang sekolah yang sedang berjalan menuju lapangan. Lalu ibu melihatku “Bella! Bella!” panggil ibu dengan wajah yang tersenyum. Aku diam saja, lalu ibu menghampiriku “Bella, ini Ibu bawakan uang sakumu yang tertinggal di meja makan tadi” kata ibu sambil memberikan uang saku itu “Kenapa ibu kesini? Bella jadi malu kalau nanti Bella diejek sama temen kalau ibu datang. Aku sudah besar bu, aku bisa kok nggak jajan di sekolah sampai pulang nanti. Udah sekarang ibu pulang sana!” Bentakku “Tapi Bella, ibu bawa uang saku untuk kamu.” kata ibu memaksaku mengambil uang saku itu “Iiih ibu, udah aku nggak mau, udah sana pergi!” bentakku untuk kedua kalinya. “Kriiiiing” bel berbunyi aku langsung berlari ke kelas meninggalkan ibu di lapangan.
Hari mulai sore, jam besar di kelasku menunjukkan pukul 16.00. pelajaran selesai, saatnya pulang. Saat aku berjalan di lorong-lorong sekolah, aku bertemu Vira dan komplotannya. “Hallo, anak mami. Tadi ibumu datang kesini kan membawa uang saku kamu yang ketinggalan, bukan? Tapi kenapa kamu nggak mau ambil uang saku itu? Apa jangan jangan kamu nggak mau ambil uang saku itu karena malu kalau diejek sama murid lain?” Tanya Vira dengan muka sombongnya itu. Aku tetap diam dan berusaha mengendalikan diri. “Hei anak mami kamu nggak mau jawab pertanyaan sederhana ini, kalau kamu nggak mau jawab pertanyaan ini aku akan memberitahukan ke semua murid kalau kamu anak mami.” Kata Vira yang semakin membuatku sebal. Aku tak menjawab semua pertanyaannya, aku tetap diam tak peduli apa yang di katakannya “Oh begitu ya, kalau begitu. Hei teman teman apa kalian tau kalau ibunya Bella tadi kesini membawa uang saku yang ketinggalan di rumah untuk Bella” kata Vira. “Apa kamu sungguhan Vira?” kata salah satu murid yang lewat. “Ya, aku tidak berbohong, aku sendiri yang melihat kejadian itu” jawab Vira sambil melirikku. “Jadi Bella yang dianggap anak pemberani ternyata masih anak mami” kata salah satu anak di seberangku. Langkahku kakiku terhenti. Anak murid yang lainnya langsung menertawaiku. Aku tak bisa menahan diri aku langsung menjambak rambut Vira dan mengomelinya “Apa kamu tidak bisa tidak mengganggu sehari, hah?” tanyaku geram, dan ibu guru Arini melihatku bertengkar dengan Vira lekas melerai. “Apa yang sebenarnya terjadi? Apa kalian tidak bisa tidak bertengkar sehari? Cepat yang lain bubar!” bentak ibu Arini “Vira apa kau tidak bisa tidak membuat masalah lagi? Cepat sekarang kamu harus minta maaf kepada Bella!” perintah ibu guru Arini, Vira langsung melihatku dengan tatapan sinisnya “Vira, cepat minta maaf! atau kalau tidak, kamu tidak boleh pulang sampai masalah ini selesai.” pinta ibu guru Arini lagi. Vira langsung mengulurkan tangannya kepadaku, aku pun mengulurkan tanganku dengan terpaksa. Lalu ibu guru Arini membolehkanku pulang. Aku berpikir “Baru saja tadi pagi aku memberikan surat maaf untuk ibu malahan siangnya aku memarahi ibu lagi dan sorenya bertengkar dengan Vira tuk kedua kalinya.” kataku dalam hati.
Sesampaiku di rumah, aku melihat ibu sedang asyik minum teh di depan televisi. Lalu ibu memanggilku “Bella, apa kamu sudah makan?” Tanya ibu. Sudah tau kalau aku tidak mengambil uang saku itu tadi siang, itu berarti aku belum makan dari tadi pagi. Gumamku dalam hati. Aku tidak menjawab pertanyaan ibu, malahan langsung berjalan ke kamar. Aku membuka jendela, melihat awan yang mendung. Sepertinya akan turun hujan yang sangat deras mengguyur kotaku. Kamarku lengang sejenak, hanya terdengar suara dentingan jam dinding dan suara awan yang bergemuruh. Tiba tiba ada yang mengetuk pintu kamarku “Bella… Bella… cepat buka pintunya!” pinta ibu dengan suara yang lembut. Aku langsung membukakan pintu kamarku, melihat ibu membawa semangkuk sup ayam dan teh hangat. “Bella… kamu pasti lapar, ini ibu bawakan makanan kesukaanmu kalau kamu mau ibu juga boleh memasakkanmu bubur ayam sekaligus.” kata ibu. “Aku lagi tidak ingin makan bu.. banyak yang harus aku kerjakan.” jawabku masih sebal karena siang tadi. “Tapi Bella setidaknya kamu makan setengah mangkuk sup ini, itu akan menambah energimu.” kata ibu. “Aku tidak lapar bu….nanti juga kalau lapar aku akan segera makan kok” jawabku makin sebal. “Tapi jika kamu tidak mau makan, nanti kamu akan sakit. Kamu harus memaksakan diri Bella. (uhuk uhuk)” kata ibu sambil batuk. “Iiiiih Bella tidak lapar bu… udah sana!” bentakku menyuruh ibu segera pergi. Aku langsung menutup dan mengunci pintu kamarku. Sejenak aku mendengar ibu terbatuk batuk di depan pintu kamarku. Kamarku lengang sejenak hanya terdengar suara dentingan jam. Lalu aku menghela nafas agar menjadi lebih tenang.
Setelah berjam jam aku di dalam kamar. Sekarang jam di kamarku menunjukkan pukul tujuh malam. Aku belum juga keluar dari kamar, ibu dan ayah khawatir. Ayah langsung mendobrak pintu kamarku sekuat mungkin, tapi percuma. Ibu dan Ayah tetap berusaha untuk bisa membuka pintu kamarku. Akhirnya pintu kamarku terbuka, Ibu dan Ayah melihatku tergeletak pingsan di atas kasur. Ibu dan ayah langsung membawaku ke rumah sakit terdekat. Ibu bertanya kepada dokter apa yang sebenarnya terjadi, “Doker sebenarnya apa yang terjadi dengan Bella?”. “Bella sepertinya dia tidak makan dari tadi pagi, itu yang menyebabkan dia pingsan. Dan dia mengalami gejala sakit maag. Ibu bisa memulihkannya dengan cara yang mudah, ibu hanya perlu memastikan kalau Bella makan makanan yang bergizi seimbang dan makan tepat waktu. Itu saja yang harus dilakukan ibu.” dokter berkata terus terang. “Baik dok, saya akan usahakan” jawab ibu. Sudah pukul 8 malam. Aku masih di rumah sakit dan sudah sadarkan diri. Ibu membawakanku makanan yang masih hangat seperti tadi sore termasuk bubur ayam “Bella bagaimana keadaanmu?” tanya ibu. Aku masih terdiam merenung sudah berkali kali aku membentak ibu, tapi ibu masih sayang padaku. Ibu menyuapiku makanan lezat itu. Sudah pukul setengah sepuluh malam ibu menyuruhku untuk segera tidur.
Pagi yang cerah datang, aku tak diperbolehkan masuk sekolah oleh dokter karena keadaanku masih tidak stabil. Aku hanya diam, menunggu, menunggu, dan menunggu kapan aku diperbolehkan pulang dan kembali bersekolah seperti biasa, karena besok lusa aku akan segera ujian. Pukul 4 sore, aku sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Akhirnya aku sudah diperbolehkan pulang, daripada bosan di rumah sakit. Gumamku.
Keesokan hari, aku berangkat sekolah seperti biasa. Sudah Sembilan jam aku di sekolah, pelajaran pun berakhir. Sepulang sekolah ibu kepala sekolah memberitahukanku bahwa ibuku masuk rumah sakit “Bella ibumu masuk rumah sakit.” aku terkejut dan hampir menangis. Lalu ibu kepala sekolah langsung mengantarku ke rumah sakit. Tiba di rumah sakit, aku melihat ibu berbaring di ranjang, keadaan Ibu kritis. Aku sangat sedih dan menangis. Setelah itu Ayah memberitahuku bahwa ibu punya penyakit leukemia “Bella mungkin ini saat yang paling tepat. Sebenarnya ibumu punya penyakit leukemia sejak berumur 10 tahun” aku terkejut. Aku menjadi tambah sedih, aku tak bisa menahan rasa tangisku. Padahal ulang tahun ibu tinggal empat hari lagi. Dan besok aku harus melaksanakan ujian. Malam ini aku tidak pulang ke rumah, aku tetap menemami ibu di rumah sakit.
Pagi hari, aku sudah mulai ujian. Ibu juga masih berbaring di rumah sakit. Sudah tiga hari aku ujian dan besok adalah hari ulang tahun ibu. Saat itu pukul tujuh pagi, ibu sedang duduk di ranjang sambil makan buah. Aku langsung mengejutkan ibu “Ibu.. selamat ulang tahuun” lalu aku bernyanyi sambil memberikan kue berbentuk hati kepada ibu “Selamat ulang tahun.. selamat ulang tahun.. selamat ulang tahun ibuku tersayang.. selamat ulang tahun” lalu aku memberikan surat berisi sebuah puisi kepada ibu. Ibu langsung tersenyum dan menangis setelah membaca puisi itu. Setelah itu ibu tiba tiba pingsan, aku langsung memanggil dokter. “Dokter! Dokter!” teriakku. Dakter pun datang dan langsung memeriksa keadaan ibu. Setelah diperiksa, dokter memberitahu bahwa ibu sudah tiada. Aku sangat terkejut dan tangisku pecah. Aku memeluk ibu untuk terakhir kalinya. Ayah yang baru saja datang langsung menangis. Siang hari pukul setengah dua, ibu dimakamkan. Aku semakin larut dalam kesedihan. Setelah pemakaman tersebut aku pulang ke rumah. Pukul 4 sore banyak orang yang melayat ke rumahku, termasuk ibu kepala sekolah, ibu guru Arini, ibu guru Aisyah dan Vira teman sekelasku. “Bella, ibu guru turut berduka cita” kata ibu kepala sekolah. Aku tetap saja menangis dan langsung berlari ke kamarku. Lalu aku melihat jendela yang terbuka di kamarku dan memandangi awan yang gelap seakan-akan ikut bersedih. Aku mengingat semua kenangan yang kulakukan bersama ibu, seperti ketika terakhir kali aku memeluk ibu, menggandeng tangan ibu, melihat ibu tersenyum, dan menangis. Itu semua kulakukan bersama ibu. Ibu selalu tetap menyayangiku walaupun aku selalu memarahi ibu. Ibu maafkan Aku!.
*****