1. Perbanyak doa, karena sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah
Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.” (HR. Tirmidzi, no. 3585. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan).
2. Bertakbir sejak Subuh hari Arafah hingga hari Tasyrik terakhir setiap bakda shalat
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pagi-pagi bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Mina menuju Arafah, di antara kami ada yang bertalbiyah dan di antara kami ada yang bertakbir.” (HR. Muslim, no. 1284).
3. Berpuasa pada hari Arafah bagi yang tidak berhaji, karena keutamaanya dapat menghapus dosa dua tahun
Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim, no. 1162).
4. Perbanyak kebaikan karena hari Arafah masih termasuk awal Dzulhijjah, kebaikan yang dimaksud di sini bisa dengan memperbanyak sedekah atau amar ma’ruf nahi mungkar.
Dalam hadis Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan, “Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya, “Tidak pula jihad di jalan Allah?”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jihad di jalan Allah pun tidak bisa mengalahkan kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali sedikit pun.” (HR. Abu Daud, no. 2438; Tirmidzi, no. 757; Ibnu Majah, no. 1727; dan Ahmad, no. 1968. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih).
5. Membaca bacaan terbaik yang dibaca para nabi pada senja Arafah
Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (sampai pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam), disebutkan hadis, “Kalimat utama yang aku dan para nabi ucapkan pada senja hari Arafah adalah: LAA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAI-IN QODIIR (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu).” (HR. Ath-Thabrani dalam Fadhl ‘Ashri Dzil Hijjah, 2:13, dari Qais bin Ar-Rabi’, dari Al-Agharr bin Ash-Shabah, dari Khalifah bin Hushain, dari ‘Ali secara marfu’, Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1503, 4:7).